Kubu penentang UU
Pornografi, juga UU Sisdiknas, memiliki agenda tersendiri yang ingin melihat
bangsa dan negara ini menjadi negara yang serba permisif, bebas liberal serba
boleh seperti di AS dan Barat, dan tentunya jauh dari moral dan etika ketimuran
yang sesungguhnya lekat dengan nilai-nilai keislaman.
Kubu penentang UU
Pornografi hari ini mungkin saja menamakan gerakannya sebagai “Gerakan Syahwat
Merdeka”, namun di lain hari mereka akan menamakan gerakannya lain lagi
tergantung proyek yang tengah digarap. Namun bagi yang jeli, orang atau
tokoh-tokohnya ternyata ya itu-itu juga
Bagi orang-orang
seperti ini, terbitnya majalah Playboy di Indonesia dianggap suatu kemajuan.
Kian banyaknya bar, diskotik, dan sebagainya adalah suatu modernisasi. Modern
atau tidaknya seseorang dinilai dari cara pandang dia terhadap pakaian: semakin
terbuka pakaiannya, maka akan semakin dianggap maju wawasan seseorang.
Sebenarnya kalau kita mau jujur, cara pandang ini sungguh-sungguh ndeso.
Di negeri-negeri Barat sana,
orang-orang tengah mencari-cari formula apa yang mampu untuk menyembuhkan
kerusakan moral bangsanya dan memalingkan wajahnya ke Timur., sedangkan kita
mengangap Barat merupakan tatanan masyarakat yang sangat beradab.
Jika mau jujur, agenda mereka dengan segala gerakannya sesungguhnya bertujuan satu: menghalang-halangi undang-undang Allah SWT diterapkan di negeri ini. Titik. Sampai kapan pun, mereka akan tetap seperti ini, dengan berbagai alasan yang dibuat-buat, dengan berbagai dalih yang dikemukakan berulang-ulang, dengan berbagai logika yang dipaksa-paksakan. Jadi, bagi kita jangan sampai tertipu jika di lain hari mereka akan menamakan kelompoknya sebagai A dan di hari esoknya mengaku sebagai Z
Mereka mengatakan
jika UU Pornografi ini mengekang kebebasan dan hak individual, mengancam NKRI,
dan sebagainya. Benarkah UU Pornografi demikian?
Dalam halaman yang sangat terbatas ini tentu kita tidak bisa memaparkan seluruh isi dari UU Pornografi tersebut. Namun untunglah ada tulisan dari Inke Maris MA, seorang jurnalis senior yang kini memimpin LSM The Save Indonesian Children Alliance (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) berjudul “Sangat Mendukung UU Pornografi” yang dimuat dalam Suarapublika (Republika, 3/11) menulis, “Intisari RUUP dapat dibaca dari empat pasal saja. Pasal 1, 4, 11, dan 12 gamblang menjelaskan tujuannya adalah:
- Menghambat penyebaran pornografi yang mesum dan cabul (indecent and obscene sexually arousing material),
- Melindungi anak-anak (di bawah 18 tahun sesuai konvensi nasional) dari akses terhadap pornografi dan melindungi anak-anak dari dijadikan objek seks,
- Larangan pornografi disebarluaskan melalui berbagai media yang memuat persenggamaan, ketelanjangan, dan kesan ketelanjangan, persenggamaan dengan penyimpangan, kekerasan seksual, dan onani.
- Yang dikriminalkan adalah produsen, pengedar dan pelaku/model pornografi laki dan perempuan yang melakukan tanpa dipaksa.”
Inke Maris
menulis, “Silakan periksa, tidak satu pun dari 44 pasal RUPP yang mengancam
atau berimplikasi mengancam keanekaragaman bangsa Indonesia atau mengancam
pluralisme, atau mengkriminalkan tubuh perempuan, atau mengancam agama, atau
mengancam seniman. Jika ada yang mengatakan demikian dan kita percaya, maka
segelintir orang telah berhasil mengelabui kita.”
Adapun segala
bentuk ketelanjangan dan atau sesuatu yang menyiratkan ketelanjangan yang sudah
lama menjadi bagian dari adat istiadat dan sebagainya, maka hal itu juga sudah
dikecualikan dengan adanya pasal 14 UU Pornografi yang berbunyi:
Pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk
kepentingan dan memiliki nilai: a.seni dan budaya; b.adat istiadat; dan c.ritual
tradisional. Pasal 14 ini merupakan
bentuk akomodir dari berbagai aspirasi dari daerah, jadi sesungguhnya UU
Pornografi ini sudah cukup lengkap dan sempurna.
Walau demikian,
kubu penolak UU Pornografi tetap bersikeras jika UU ini mengancam pluralisme
atau keanekaragaman, mengkriminalkan perempuan, dan banyak lagi dalih yang
tidak berdasar. Sikap mereka ini sama persis dengan apa yang diungkap oleh
sutradara Nia Dinata, salah satu penolak UU Pornografi di dalam acara debat TV
One beberapa waktu lalu yang dengan tegas mengatakan, “Kami menolak semua pasal
dalam UU Pornografi itu!”
Pernyataan ini tentu mengagetkan karena mereka berarti tidak setuju alias menentang semua UU Pornografi yang sangat bagus yang antara lain berbunyi:
“Pengaturan
pornografi bertujuan: a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat
yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan; b.memberikan
pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat; c.memberikan
kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama
bagi anak dan perempuan; dan d.mencegah berkembangnya pornografi dan
komersialisasi seks di masyarakat.” (Pasal 3)
“Setiap orang
dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan
kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.”
(Pasal 12) dan sebagainya.
Nia Dinata dan
penolak UU ini tentu tidak mau dan tidak sudi anak-anaknya menjadi korban
perkosaan atau pelecehan seksual misalkan, tapi mereka tetap menolak UU
Pornografi ini. Sesuatu yang sangat aneh, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar